Facebook Twitter Google RSS
Showing posts with label FOKUS. Show all posts
Showing posts with label FOKUS. Show all posts

Saturday 25 October 2014

Aktivis Leuser dan Pejabat Tutup 1.040 Hektare Sawit

Unknown     21:25  
Lhokseumawe - Dinas Kehutanan Provinsi Aceh dan Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Tamiang bekerja sama dengan aktivis Forum Konservasi Leuser (FKL) untuk menutup 1.040 hektare perkebunan sawit milik warga dan perusahaan yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser, Senin, 29 September 2014.

"Penumbangan enam pohon sawit hari ini penanda akan dilakukan penumbangan perkebunan yang masuk dalam kawasan Leuser. Pertama kalinya di jalur tapal batas," kata Koordinator FKL Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, Tejar Fahlevi, di sela acara seremoni Restorasi Batas Hutan Lindung di Desa Tenggulun, Kecamatan Tenggulun.

Tejar mengatakan inventarisasi tapal batas Kawasan Ekosistem Leuser atau kawasan hutan lindung di Kabupaten Aceh Tamiang sebenarnya telah dilakukan pada 2008. Saat itu upaya dilakukan oleh sejumlah aktivis lingkungan, termasuk Rudi Putera, penerima Green Nobel Goldman Prize 2014 yang kini adalah Ketua FKL.

Kepala Dinas Kehutanan Aceh Husaini Syamaun dalam acara ini mengatakan pihaknya akan mengembalikan kawasan hutan yang telanjur ditebang dan ditanami sawit. Usaha ini tentu tak bisa berlangsung singkat. "Kami mengajak masyarakat untuk sama-sama menjaga. Kalau sudah telanjur rusak, susah untuk dikembalikan ke kondisi semula," katanya.

Dinas Kehutanan Provinsi Aceh, Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Tamiang, dan FKL akan melakukan koordinasi untuk menjaga kawasan hutan lainnya. "Kita akan duduk bersama untuk membahas restorasi berikutnya," kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Tamiang, Alfuadi, di kesempatan yang sama.

Upaya pemerintah dan aktivis Leuser menutup perkebunan sawit milik perusahaan swasta dan warga dilakukan untuk menjaga lestarinya Kawasan Ekosistem Leuser, salah satu paru-paru dunia. IMRAN MA| TEMPO

Tuesday 14 October 2014

Eks Kombatan Tuntut Tanggung Jawab Petinggi Aceh

Unknown     16:28  
TEMPO.CO Lhokseumawe - Sebuah kelompok bersenjata yang dipimpin Nurdin alias Din Minimi terang-terangan menyatakan dirinya melawan pemerintah Aceh. Kelompok mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) wilayah Peureulak Aceh Timur itu kecewa terhadap pemerintah Aceh yang tidak mempedulikan nasib mereka. "Kami bangkit untuk menuntut keadilan," kata Nurdin alias Din Minimi dalam keterangan melalui telepon kepada wartawan, Ahad, 12 Oktober 2014.

Nurdin menilai Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf, mantan petinggi GAM, harus bertanggung jawab atas kehidupan mantan anak buahnya, janda korban konflik, anak yatim, dan masyarakat Aceh yang hingga kini tidak jelas hidupnya. Sementara itu, banyak para petinggi GAM lain yang hidupnya sejahtera.

Pada Jumat, 10 Oktober 2014 lalu, Nurdin sempat unjuk gigi dengan berpose membawa senjata laras panjang di sebuah pondok di pedalaman Aceh Timur. Saat itu, Nurdin tampil bak panglima GAM pada masa perang, diapit dua pengawal dengan memegang senjata laras panjang, dipadu dengan kaus singlet loreng simbol Gerakan Aceh Merdeka.

Humas Pemerintah Aceh Murthalamuddin bereaksi atas pernyataan Din Minimi. Dia meminta agar situasi damai Aceh hari ini tak dirusak. "Mari lihat perdamaian ini dengan mata hati sehingga lebih jernih dalam melihat berbagai persoalan, dan mari kita selesaikan persoalan dengan duduk dan berbicara dengan hati," kata Murthalamuddin.

Kepala Kepolisian Resor Aceh Timur AKBP Muhajir menyebut Din Minimi adalah kelompok yang terlibat dalam serangkaian aksi kriminal di Aceh Timur. "Kelompok tersebut menjadi target utama Polres Aceh Timur. Kelompok bersenjata yang meresahkan warga tidak ditoleransi polisi," kata Muhajir.

IMRAN MA | ADI WARSIDI

Monday 8 September 2014

Bendera Isis Di Aceh Timur

Unknown     21:27  
Lhokseumawe - Selembar bendera kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ditemukan berkibar di atas pohon kelapa di Desa Buket Drin, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, pada Ahad, 7 September 2014.

Menurut Kapolsek Sungai Raya Iptu Azwan, bendera ISIS itu pertama kali terlihat oleh warga yang sedang main catur di sebuah warung di desa setempat. "Kemudian kita datang, tim dari Jibom mensterilkan lokasi, lalu atas bantuan petugas PLN kita ambil bendera tersebut," ujar Iptu Azwan.

Bendera tersebut dipasang di atas pohon kelapa yang diikat oleh satu kaleng susu dengan lilitan kabel. Ternyata setelah dibuka kaleng tersebut hanya berisikan kerikil dan plastik.

Peristiwa pengibaran bendera kelompok yang sedang mempersiapkan diri untuk mendirikan negara Islam di Irak dan Suriah itu merupakan kasus yang pertama kali terjadi di Aceh.
IMRAN MA | TEMPO

Saturday 17 January 2009

Misy’al : Situasi Pasca Perang Akan Berubah

Unknown     22:59  
Damascus-Infopalestina : Ketua Biro Politik Hamas, Kholid Misy’al menegaskan situasi paska perang di Gaza akan berbeda, mengingat gambaran yang ada saat ini dipenuhi kemuliaan, kebanggaan dan kejayaan. 

Pernyataan ini diungkapkan Misy’al dalam pidatonya di depan sejumlah delegasi rakyat Palestina di Damascus kemarin (15/1). Setidaknya ada dua gambaran saat ini yang nampak di Gaza.

 Pertama, gembaran kemuliaan, kebanggaan, kejayaan. Gaza dipenuhi dengan aksi kepahlawanan yang telah membungkam kesombongan Zionis. Gaza akan membuat sejarah baru. Situasi Gaza paska perang akan berbeda dengan sebelumnya. 

Gambaran kedua, pemandangan kepedihan yang tidak bisa tidak kita alami. Kita merasa pedih dan sedih. Namun kemenangan sangat mahal dan keridloan Allah pun mahal. Kondisi ini sangat keras, hari kita berkeping-keping, namun hal tidak akan membuat kita berhenti melakukan perlawanan. Misy’al menegaskan, apa yang dilakukan serdadu Zionis merupakan implikasi dari kegagalanya dan gambaran dari kehilangan kesadaranya. 

Mereka telah mengobarkan api perlawanan. mereka telah kehilangan akal, karena mereka telah gagal di lapangan. Sementara perlawanan melumpuhkan kesombonganya. Pemimpin Hamas ini mengisyaratkan, Zionie Israel telah mulai janjinya melakukan pembantaian dengan tujuan memberangus masalah Palestina.

 Zionis Israel saat ini, yang katanya memperoleh kemenangan tidak akan dapat menghancurkan Hamas ataupun perlawanan Palestina. kerugian di pasukan perlawanan lebih sedikit dibanding serdadu Zionis. 

“Kita yakin Allah bersama kita, karena kitalah pemilik masalah ini, karena kita dizalimi. Pertempuran ini adalah kewajiban kita. Rakyat Palestina akan menjadi seperti yang disangkakan ummat Islam saat ini”, tegas Misy’al. (asy)

Saturday 15 September 2007

Bila Kakek Selamatkan Sembilan Nyawa

Unknown     03:48  
Bila Kakek Selamatkan Sembilan Nyawa
Reporter: Misrie – Aceh Utara, 2005-01-08 11:37:25
Mentari sudah condong ke barat, takkala seorang kakek tua dengan sepeda Casile tua dikayuh secara perlahan. Tujuannya; kamp pengungsian Buket Rata, Lhokseumawe. Di kiri dan kanan bagian belakang tempat duduk sepedanya, terikat dua buah bungkusan. 
Celana hitam sebatas lutut, sedikit nampak di antara kain sarung yang disandang di pinggangnya. Tentu saja kulitnya sudah berkerut dan giginya tinggal beberapa lagi. Pun begitu ia masih bisa mengumbar senyum dan terlihat kuat.
Beberapa warga sedang menimbang barang bekas untuk dijual kepada agen pengumpul. Ada saja cara orang mencari rezeki pasca-gempa. Agen pengumpul itu cukup bermodalkan sebuah truk Dyna berwarna warna hijau yang setia menunggu di pinggir jalan.
Kakek itu bernama Yunus (73), yang sudah puluhan tahun menetap di Desa Jamboe Mesjid, Kemukiman Meuraksa, Kota Lhokseumawe. Hidupnya sederhana dan hanya memiliki satu rumah semi permanen berdinding papan. 
Desa yang ditempatinya merupakan daerah pesisir dan hampir semua warga di sana berprofesi sebagai nelayan, begitu juga dengannya. Selain Jamboe Mesjid, Kemukiman Meuraksa juga terdiri dari beberapa desa seperti Kuala, Jamboe Timu, Kuala Jambo Timu, Blang Cut, Balao dan Desa Blang Teu. 
Ombak pasang tsunami pada Minggu (26/12) lalu memang telah merenggut keceriaan desa pesisir itu. Rumah Kek Yunus sendiri dibawa air bah bersama rumah penduduk lain yang kini rata dengan tanah. Yang tersisa hanyalah sebuah masjid yang dibangun atas sumbangan warga beberapa desa. Seperti banyak cerita di seantero Aceh, masjid itu masih berdiri kokoh walau pagarnya ikut rebah. 
Di sepanjang pesisir Lhok Nga, Aceh Besar sejumlah masjid juga terlihat masih “mentereng” kendati lingkungan di sekitarnya tinggal menyisakan puing. Entah mengapa.
Siang itu, Kamis (7/1), beberapa anak usia sekolah sedang menyisir reruntuhan dan tumpukan kayu rumah yang dibawa ombak. Mereka sedang mencari plastik bekas, untuk dijual kepada sang pengumpul yang membawa truk hijau itu. Mereka memang warga setempat, tetapi mereka tidak lagi mempunyai rumah dan kini tinggal di pengungsian Buket Rata. 
“Kalau tidak ada sekolah pulang ke kampung, dan mencari ini (barang bekas) untuk jajan sekolah,” ujar Fadli yang mengaku kelas II SMP. 
Bukan saja anak-anak itu yang sibuk membongkar tumpukan reruntuhan, tetapi juga lelaki dewasa, dengan pakaian ala kadar. Salah seorang di antaranya, sebut saja Rusli. Menurutnya, tak ada pilihan lain untuk mencari jajanan anak-anaknya kecuali mengumpulkan plastik dan aluminium bekas untuk dijual. 
“Karena untuk sekarang kami belum berani ke laut,” ujar nelayan itu dalam bahasa Aceh. 
Katanya, saat tsunami datang ia sedang berada di laut, tepatnya di kawasan PT Arun. Dia juga mengisahkan, saat gempa terjadi beberapa boat nelayan merapat satu sama lain dan saat itulah Rusli mengaku mulai terbayang nasib keluarganya. Namun usahanya untuk kembali dihambat beberapa awak boat lainnya yang sedang meluncur dari daratan. 
“Nggak usah kamu pulang. Air sudah naik ke darat, cepat ke arah tengah,” teriak seorang nelayan sebagaimana ditirukannnya. 
Sebagaimana banyak dikisahkan sebelumnya, mereka yang saat itu berada di tengah laut, justru banyak yang selamat. Sebab kondisi gelombang di laut, kendati membesar, namun tidak mematikan sebagaimana yang terjadi di daratan. (baca: Kesaksian Para Nelayan [1])
Tapi Rusli yang sudah kadung kalut, nekat kembali. Dan apa yang terjadi, perkampungannya sudah rata dengan tanah. Perahu yang dulunya diparkir di pinggir pantai, kini dengan bebas menyusuri pohon kelapa dan bertengger sekitar 150 meter dari rumahnya yang sudah menjadi puing. Lalu di mana Kek Yunus saat kejadian itu?
Biasanya, setiap subuh, lelaki tua itu sudah ke laut untuk menjaring ikan dan udang. Namun pada hari Minggu itu ia tidak pergi dan memilih di rumah saja. Tapi karena tak ada aktivitas lain, ia pun mengumpulkan kelapa yang sudah berjatuhan untuk dibelah.
Tapi tak lama berselang, terdengar suara gemuruh air di telinganya. “Saya sempat berteriak kepada cucu dan anak untuk lari, tapi ternyata ketika dilihat mereka sudah duluan lari,” tuturnya. Melihat itu, dia pun kontan angkat kaki.
Dengan sisa tenaga yang ada, lelaki tua itu berupaya menyelamatkan diri dengan menyusuri areal pertambakan untuk mencapai desa lainnya yang berjarak kurang dari 500 meter. Namun karena kecepatan air yang disebut-sebut mencapai seratusan kilometer per jam itu, maka tubuh tua itu tersambar dan Kek Yunus pun sempat tenggelam, ditelan air bah. 
Tapi tubuh tua itu tidak menyerah. Ia tetap berusaha menyelamatkan diri dengan berenang dan menemukan selembar papan yang membuatnya sedikit mengapung di tengah air yang terus meninggi, pekat dan berlumpur itu. Ia terus berusaha mencari tempat yang lebih tinggi. Namun dalam perjalanan antara hidup dan mati itu, Kek Yunus melihat beberapa wanita melambaikan tangan meminta pertolongannya. 
Tidak ada pilihan lain bagi lelaki uzur usia 73 tahun itu selain melempar papan yang ada di tangannnya untuk perempuan itu. Belum selesai, kemudian matanya yang sudah sedikit rabun kembali melihat beberapa orang yang sedang terncam maut ditelan air. Sosok itu hanya terlihat rambut dan sesekali tangannya yang berusaha menggapai-gapai udara. 
Kek Yunus tak bisa berpikir lagi. Satu balok ukuran kecil melintas di depannnya, yang kemudian disambar dan disodorkan ke tangan tersebut untuk diraih.
Begitulah, lelaki itu terus bergulat di menit-menit yang mamatikan itu, hingga menurutnya, ada sembilan orang yang telah dia selamatkan. 
“Kalau tidak salah, sembilan orang saya kasih kayu dan selamat waktu itu. Saya tidak rela untuk tidak mempedulikannya, karena badan saya terasa kuat waktu itu,” ujar Kek Yunus kepada acehkita. 
“Memang ini benar-benar cobaan,” tambahnya lagi sembari merenggut stang sepedanya, melanjutkan perjalanan kembali kamp pengungsiaan, Buket Rata. [A/dan]

Popular Post