Facebook Twitter Google RSS

Saturday 15 September 2007

Kilas Gampoeng : Perjalanan Bersama “Koresponden“

Unknown     03:39  

21 April 2006
Perjalanan Bersama “Koresponden
Penulis : Misrie - Aceh Utara, 2005-06-17 23:10:34
Siang itu, Selasa (14/6) hari sangat cerah. Sekitar sepuluh jurnalis dari berbagai media berkumpul di Lhokseumawe. Mereka sedang membicarakan tentang temuan uang palsu di Aceh Timur, Senin (13/6) lalu. “Itu hal baru di Aceh walau pernah orang-orang menemukan satu lembar atau dua uang palsu sebelumnya, tapi kan belum pernah di Aceh sebanyak itu,“ ujar seorang jurnalis televisi.
Tentunya bagi jurnalis yang bekerja untuk media yang berpusat di Jakarta harus berpikir sedikit tentang layak atau tidaknya sebuah berita itu untuk konsumsi nasional. Hal itu merujuk pada ditemukannya sejumlah uang palsu di Bandung beberapa waktu lalu. Karena itu, para jurnalis melangkahkan kaki menuju sebuah mobil kijang minibus untuk segera menluncur ke Aceh Timur.
Mereka memperkirakan dalam waktu 3 jam, perjalanan baru memasuki Kota Langsa. Sebanyak tujuh jurnalis dari berbagai media itu berangkat, namun perjalanan sedikit terganggu karena ada beberapa dari mereka yang belum makan siang. Tapi mereka akhirnya memilih untuk makan siang di perjalanan.
Perut yang semakin kosong dan butuh pasokan makanan, bertahan hingga 6 kilo meter perjalanan. Di Buket Rata, tepatnya di Warung Nasi Samalanga mobil kijang tersebut berhenti. Semua jurnalis di dalamnya turun dan menyeberang ke utara. Setelah semuanya selesai, mobil kijang kembali melaju ke arah timur.
Karena muatan di dalamnya berat terpaksa laju kendaraan sedikit lambat. Keude Punteut, Bayu dan Geudong terlewati, disusul kemudian Lhoksukon, Sampoinip, Alue Ie Puteh, dan Panton labu. Jembatan yang membatasi antara Aceh Timur dan Aceh Utara terlewati dengan tenang, bertemu dengan kecamatan Madat Aceh Timur, Simpang Ulim, dan Lhoknibong.
Tiba di sini, gerak laju mobil tiba-tiba sangat pelan, menyusul truk di depan mau nyebrang. Kemudian gas kembali di tancap pada posisi normal. Di perjalanan puluhan truk berukuran besar bertuliskan IOM di temui, berjejer menuju ke barat, begitu juga yang sudah kosong muatannya kembali ke Medan.
Truk-truk tersebut adalah pembawa logistik dan bahan bantuan untuk pengungsi tsunami di berbagai daerah. Ban mobil menapak di Kuta Binjei Kecamatan Nurul Salam. Sekadar untuk diingat, sekitar 12 kilo meter dari sini ada sejumlah pengungsi non tsunami yang sudah bertahun hidup di gubuk kecil dan di tenda darurat.
Mereka adalah warga Jambo Bale yang terpaksa mengungsi ke Seuneubok Bayu atau Alue Ie Mirah karena rumahnya dibakar oleh satu pihak yang bertikai di Aceh. Mobil terus melaju, pemandangan kebun sawit yang hijau menampakkan alam yang subur, indah di pandang mata mulai muncul di kawasan ini.
Begitu juga dengan pos penjagaan TNI dan Polri berjejer di kiri kanan jalan. Berbagai peralatan tempur seperti tank dan panser nampak di depas pos penjagaan itu. Saat perjalanan sampai Idi Rayeuk, tikungan tajam menanti. Di sini juga orang selalu teringat akan sebuah rumah bercat putih dengan konstruksi beton yang berjarak 200 meter dari jalan Medan–Banda Aceh yang tinggal puing.
Semasa GAM masih berkuasa, gedung putih itu kerap disinggahi para petinggi GAM semisal Alm. Ishak Daud. “Itu gedung putih tinggal Kenangan, “ ujar seorang jurnalis sambil menunjuk ke arah rumah itu. Tanpa sadar, perjalanan sudah sampai di Peureulak. Di kecamatan yang dalam sejarah Islam dikenal dengan daerah pertama masuknya Islam Ke Aceh yang dibawa seorang pedagang dari Gujarat pada Abad 17 itu masih terlihat ramai.
Peureulak tertinggalkan, pohon sawit yang rindang menjadi sumber ekonomi masyarakat kembali menghiasi kiri-kanan jalan. Lalu bertemu dengan Desa Alu Bue yang menurut para supir bis banyak terjadi penculikan dan sweping di kawasan ini. Gerak laju mobil semakin cepat karena jalanan mulai sepi, hingga bertemu dengan pusat kecamatan Sungai Raya.
Di kecamatan ini, Rabu (8/6) lalu seorang anggota Koramil Sungai Raya, Aceh Timur, Serka Jumadi (50) tewas ditembak pasukan GAM wilayah Peureulak, tepatnya di Desa Alue Itam, pukul 11.00 WIB. Menurut versi GAM, anggota koramil itu ditembak karena hendak memberikan pengarahan kepada masyarakat bahwa tidak ada dialog antara GAM dan RI di Helsinki Finlandia.
Perjalanan sampai di daerah Bayeun. Di kawasan ini pada (10/6/2004) lalu terjadi penumbangan 2 unit Transmisi Tower Listrik nomor 57-58 yang berada antara ujung Desa Alue Kumba yang berada di perbatasan Kecamatan Bireum Bayeun dan Kecamatan Sungai Raya, Aceh Timur.Listrik dari pembangkit listrik Sigura-gura Medan itu terputus selama beberapa hari.
Hingga membuat Kabupaten Aceh Utara, Bireun, Lhokseumawe, Aceh Tengah, dan Pidie gelap. Jembatan berkontruksi Baja Alue Itam berlalu, pemandangan di jalanan berubah. Angkutan kota mulai bertebaran untuk mengangkut sewa dalam jarak dekat. Hujan mengguyur ketika sampai di simpang Comandore.
Mobil yang ditumpangi para jurnalis lurus masuk ke kota. Karena saluran air kurang bagus, membuat air hujan menggenangi jalan.Hari semakin sore, air hujan membuat kaca depan mobil basah dan hawanya begitu dingin. Namun tidak menyurutkan semangat para jurnalis dari beberapa media ini untuk meliput temuan uang palsu di Mapolres Aceh Timur.
Sekitar pukul 16.00 WIB, para jurnalis yang datang dari Lhokseumawe sampai di depan Mapolres Aceh Timur. Di sana mereka langsung menjumpai Iptu Bambang Rubiyanto, Kasat Reskrim Polres Aceh Timur. Proses pengambilan gambar dan keterangan usai. Uang palsu yang berjumlah Rp. 9 juta bersama 5 tersangka terabadikan.
Hujan sedikit mereda. Mengingat jarak tempuh yang lumayan jauh, mereka meminta pamit untuk kembali. Sang Sopir yang sudah terbiasa dengan perjalanan jauh tidak meminta digantikan posisinya. Di tengah tenangnya laju kendaraan, tiba-tiba lampu rem di bagian belakang sebuah truk menyala. Beberapa personil Brimob terlihat di sana.
Mereka sedang memeriksa sebuah mobil penumpang jenis jumbo jalur Lhokseumawe-Kuala Simpang. Pemeriksaan usai, truk bergerak ke depan dengan diikuti mobil yang ditumpangi para jurnalis. Dengan tangannya, seorang anggota Brimob meminta untuk berhenti. Sopir pun dengan pelan menginjak rem hingga mobil benar-benar berhenti.
Lewat kaca samping depan anggota Brimob bertanya, “dari mana Kalian? Seorang jurnalis yang duduk di kursi depan tanpa sungkan menjawab, “dari Aceh Timur, kami dari Pers, Pak,” jawabnya. Apa itu Pers? Tanya anggota Brimob.Sang jurnalis itu untuk memperjelas menunjukkan Id Card dari media tempat ia bekerja yang tergantung di lehernya.
Anggota Brimob memegang dan memperhatikan secara seksama. Lalu dengan nada rendah mengatakan, O..O...O...O...O...O......Kores....Ponden.Ungkapan keheranan dengan nada panjang dari anggota Brimob itu melahirkan tertawaan dari para jurnalis hingga memecahkan keheningan senja itu. [asf]
-----Artikel ini dimuat di situs acehkita.com tanggal 17 Juni 2005, pukul 23:10:34 WIB.

Unknown


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Ut odio. Nam sed est. Nam a risus et est iaculis adipiscing. Vestibulum ante ipsum faucibus luctus et ultrices.
View all posts by Naveed →

Popular Post